PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM PROSES PENCATATAN NIKAH RUJUK


Oleh Kartiman Alga, S.Ag.,M.Pd.I
Penghulu KUA Kec.Rancah Kab.Ciamis

                Perkawinan menurut UU Perkawinan No 1 Tahun 1974 pasal 1 adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa. Dida lam pasal  2 ayat (2)  Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 5 ayat (1) dijelaskan bahwa agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat. Ayat (2) Pencatatan perkawinan tersebut pada ayat (1) dilakukan oleh (Pegawai Pencatat Nikah) PPN sebagaimana yang diatur dalam UU No 22 tahun 1946  jo.UU No.32 tahun 1954. Pasal 6 ayat (1) menyatakan bahwa, untuk memenuhi ketentuan dalam pasal 5, setiap perkawinan harus dilangsungkan  dihadapan dan dibawah pengawasan PPN. Ayat (2) Perkawinan yang dilangsungkan diluar pengawasan PPN tidak mempunyai kekuatan hukum. Dari penjelasan KHI diatas jelas pernikahan yang tidak dicatat konsekwensinya tidak mempunyai kekuatan hukum karena dilakukan diluar pengawasan dan tidak dicatat PPN.
Pada dasarnya tempat pelaksanaan akad nikah ditentukan berdasakan kesepakatan kedua belah pihak calon pengantin, namun agar pencatatan pernikahan bisa lebih efektif di Indonesia menganut asas pencatatan materineal, yakni pelaksanaan akad nikah dan pencatatannya dilaksanakan dihadapan PPN/Penghulu/P3N/Amil/Modin/Kayim/Kaum/lebe atau sesuai istilah daerah setempat dimana tempat tinggal calon pengantin isteri (sesuai perbedaan antara jawa bali dan luar jawa bali) apabila persyaratan dan rukun nikahnya sudah terpenuhi. Hal ini dimaksudkan karena hukum islam menghendaki pihak lelaki datang kepada pihak wanita sebagai bentuk kesiapan, keseriusan dan tanggung jawab catin pria yang akan melaksanakan  pernikahan. Hal ini sesuai dengan amanat pasal 17 ayat 1 PMA No.11 tahun 2007 tentang pencatatan nikah jo pasal 21 ayat 1 PMA No.2 tahun 1990.
Permasalahannya  sekarang adalah bagaimana jika  pelaksanaan akad nikah dilaksanakan ditempat tinggal calon pengantin pria? Maka untuk menjawabnya kita perlu melihat ketentuan peraturan yang berlaku.  Didalam PMA 11/2007  pasal 17 ayat 2  jo pasal 21 ayat 1 PMA No.2/1990 dijelaskan bahwa  “Apabila akad nikah dilaksanakan diluar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka calon isteri atau walinya harus memberitahukan kepada PPN wilayah tempat tinggal calon isteri untuk mendapatkan surat rekomendasi nikah”. Dari ketentuan diatas diperoleh kejelasan bahwa setiap calon pengantin wanita yang akan melaksanakan akad nikah diluar tempat tinggal kecamatan yang bersangkutan, maka harus membawa rekomendasi nikah atau istilah populernya Nikah Andon (NA). Tentu saja seluruh persyaratan catin dan wali untuk pelaksanaan nikah sudah di periksa oleh PPN/Penghulu tempat tinggal catin wanita, setelah  dinyatakan lengkap, baru bisa dikeluarkan rekomendasi nikah.
Rekomendasi tersebut dibawa oleh catin wanita atau walinya untuk disatukan dengan persyaratan catin pria, dan baru didaftarkan di KUA tempat tinggal catin pria dimana pelaksanaan akad  nikah akan dilaksanakan. Lain halnya dengan calon pengantin pria yang akan melangsungkan pernikahan di kecamatan catin wanita, sejauh ini belum ada ketentuan peraturan seperti catin wanita. Artinya bagi catin pria dapat melangsungkan pernikahan tanpa membawa surat rekomendasi dari KUA  kecamatan tempat tinggalnya, namun cukup membawa persyratan t yang lengkap dari desa/kelurahan asal tempat tinggalnya. Namun untuk prinsip kehati-hatian biasanya calon pengantin atau wakilnya berkonsultasi dulu ke KUA dan minta dibuatkan rekomendasi nikah, tentu saja rekomendasi ini sipatnya hanya pelengkap dan bukan syarat nikah.
Selanjutnya sesuai peraturan KUA yang menerima catin pria harus mengirimkan model NC (pengumuman kehendak nikah) ke KUA dimana tempat tinggal asal catin pria tersebut, untuk ditempel di papan pengumuman. Hal ini sesuai dengan PMA 11/2007 BAB VIII pasal 13 ayat (1) Apabila persyaratan pernikahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (2) telah dipenuhi, PPN mengumumkan kehendak nikah, ayat (2) Pengumuman adanya kehendak nikah dilakukan pada tempat tertentu di KUA Kecamatan atau tempat lainnya yang mudah diketahui oleh umum di desa tempat tinggal masing-masing calon mempelai.
Dari ayat (2) diatas jelas pengumuman harus dilakukan di KUA Kecamatan tempat tinggal masing-masing, kata masing-masing pada ayat (2) diatas berarti bahwa KUA tempat akad nikah akan dilaksanakan, mempunyai kewajiban untuk mengirimkan model NC kepada KUA dimana alamat tempat tinggal catin pria atau wanita tinggal. Hal ini sangat penting, dengan tujuan untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang berkepentingan untuk menginformasikan apabila ada hal-hal yang menjadi penghalang pernikahan. Pengumuman kehendak nikah sesuai PMA 11/2007 pasal 13 ayat (3) dilakukan selama sepuluh hari.
Pengiriman model NC antara dua KUA pemangku kepentingan selama ini tidak bisa berjalan dengan baik, hal ini karena beberapa macam pertimbangan yang berkaitan dengan berbagai hal antara lain: Catin tidak memberikan alamat KUA yang dituju dengan jelas dan  pertimbangan biaya pengiriman  NC. Khusus yang berkaitan dengan biaya, masih untung jika mengirimkan hanya satu atau dua NC saja, namun bila lebih dari itu tentu harus ada payung hukum yang mengaturnya, karena menyangkut biaya yang tidak kecil, bila tidak maka KUA akan dipersalahkan.
Selanjutnya dewasa ini hampir seluruh KUA sudah terpasang Teknologi Informasi  (TI) berupa internet, TI ini bisa dimanpaatkan untuk pengiriman model NC  yakni melalui jasa layanan email. Hal ini sesuai dengan prinsip pelayanan mudah, cepat dan murah. Tentu saja perlu dibuat semacam buku pintar atau panduan alamat email KUA seluruh Indonesia untuk memudahkan pengiriman. Terobosan ini mungkin sedikit banyak akan meminimalisir tingkat kekeliruan atau kesalahan dalam pelaksanaan pencatatan pernikahan, akurasi data para catin serta memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Walaupun  disi lain perlu dipikirkan bagi KUA yang belum terjangkau jalur TI internet, meski bisa dengan memakai modem sinyal Handphone, namun tentu biaya yang dikeluarkan agak lebih besar. Untuk itu mari kita pikirkan bersama terobosan ini demi pelayanan prima kepada masyarakat. Semoga.

1 komentar: